Solusi Infrastruktur Tangguh Bencana dan Ramah Lingkungan
28 Jun 2025 22:11 WIB

Foto : "Ngopi Bareng BNPB road to ADEXCO 2025" edisi Juni 2025 hadir dengan tema upaya pemerintah dalam mewujudkan infrastruktur yang ramah lingkungan, serta implementasi oleh salah satu NGO (Non-Governmental Organisation) Indonesia dalam membangun Gedung tahan gempa bumi dan ramah lingkungan. (Bidang Komunikasi Kebencanaan / Muhammad Andhika Rivaldi)
JAKARTA - "Ngopi Bareng BNPB road to ADEXCO 2025" edisi Juni 2025 hadir untuk membahas upaya pemerintah dalam mewujudkan infrastruktur yang ramah lingkungan, serta implementasi oleh salah satu NGO (Non-Governmental Organisation) Indonesia dalam membangun Gedung tahan gempa bumi dan ramah lingkungan. Pada edisi kali ini, hadir tiga narasumber berkompeten antara lain Ir. Sutadji Yuwasdiki, Dipl. E. Eng (Perekayasa Ahli Mayda Direktorat Bina Teknik Bangunan Gedung dan Penyehatan Lingkungan (BTBGPL), Kementerian PU), Ati Setiawati, S.H., M.A (Kepala Subdirektorat Pemulihan dan Peningkatan Fasilitas Sosial, BNPB), Septianna Manullang, S. Sos (Head of Development Happy Hearts Indonesia (HHI)).
PU telah menyusun NSPK mulai dari peraturan, undang-undang, SNI, hingga peraturan Menteri serta prototype inovasi bangunan tahan gempa bumi. Namun, pada praktiknya hal ini masih sangat sulit untuk diaplikasikan oleh seluruh masyarakat. Dalam proses perizinan, monitoring, hingga evaluasi, PU memiliki SIMBG (Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung) yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah.
Untuk meningkatkan infrastruktur yang tangguh, PU juga aktif berkolaborasi dengan pihak dalam negeri maupun luar negeri. Salah satunya, bersama JICA berkolaborasi dalam menyusun sistem manajemen gedung. Pemerintah juga membuka peluang terhadap inovasi-inovasi yang dilakukan masyarakat, pengujian bangunan tahan gempa pun dapat diuji secara gratis. Sutadji mengatakan inovasi dari PU ini dapat dijadikan sebagai benchmark, sehingga inovasi dapat dilakukan lebih luas lagi bagi masyarakat.
Dalam kejadian gempa bumi yang pernah terjadi, seperti di Bengkulu dan Cianjur, dapat dilihat perbedaan yang besar dari segi kesiapan hingga mitigasi setiap daerah, meskipun pemerintah pusat telah menyediakan pedoman untuk bangunan Gedung. Ati Setiawati menceritakan pengalaman di lapangan bagaimana perbedaan dampak gempa bumi di Cianjur dan Bengkulu. Menurut Ati, dari segi kesiapsiagaan, Bengkulu sering terjadi gempa sehingga masyarakat jauh lebih siap. Sedangkan Cianjur, permukimannya jauh lebih padat dari Bengkulu dan berdasarkan histori kegempaan, Cianjur termasuk jarang sehingga kesiapsiagaan masyarakat masih kurang.
Namun, dibalik kesiapsiagaan mayoritas masyarakat Bengkulu, Ati menceritakan bahwa terdapat satu perumahan yang hampir seluruhnya rusak berat. Setelah dilakukan survei, salah satu penyebabnya adalah perumahan tersebut dibangun di area rawa-rawa, dan dari segi konstruksi rata-rata bangunan tersebut terlihat adanya kegagalan konstruksi.
Menangani rumah-rumah yang rusak akibat bencana, pemerintah melalui BNPB berupaya memberikan dana insentif untuk memperbaiki kerusakan. Akan tetapi, tidak semua rumah dapat diberikan ganti rugi. Akan ada tim yang melakukan survei dan penilaian bangunan, salah satunya pada bangunan yang dibangun asal-asalan atau tidak tahan gempa bumi, makan tidak dapat diberikan bantuan.
Ati menjelaskan, BNPB melakukan pengawasan dalam penilaian ketahanan agunan terhadap bencana. Pada kasus gempa bumi Cianjur, terdapat rumah-rumah yang dibangun konvensional, ternyata setelah diverifikasi banyak yang tidak memenuhi RTG (Rumah Tahan Gempa), sehingga tidak dapat diberikan bantuan dana insentif.
Septianna dari Happy Hearts Indonesia menjelaskan terkait tujuan utama HHI yang berfokus pada Pendidikan, yaitu dengan membangun sekolah-sekolah di daerah yang membutuhkan seperti NTT dan NTB. Uniknya beberapa sekolah yang dibangun terbuat dari eco-blocks yang merupakan daur ulang dari plastik. HHI yang bermitra dengan Block Solutions Indonesia, telah membangun 40 sekolah menggunakan eco-blocks yang tersebar di NTT, NTB, dan beberapa di Pulau Jawa.
Mekanisme titik pemilihan sekolah yang akan dibangun dilakukan oleh tim khusus yang akan melakukan verifikasi, kolaborasi, dan koordinasi pada pemerintah daerah untuk melihat sekolah-sekolah yang perlu dibantu. Nantinya, dari masukan pemerintah daerah, tim akan melakukan survei dan verifikasi. Setelah itu akan dicarikan donatur untuk support dalam proses pembangunan sekolahnya. Area yang saat ini menjadi fokus adalah NTT karena masih menjadi area ketiga termiskin di Indonesia.
Asia Disaster Management and Civil Protection Expo & Conference (ADEXCO 2025) merupakan salah satu bentuk upaya kolaboratif pengurangan risiko non struktural, dimana pada acara ini pihak swasta yang dapat berperan dalam kebencanaan mengenalkan peralatan dan layanannya serta dilengkapi muatan edukasi melalui seminar kebencanaan. Seluruh lapisan dan unsur masyarakat dapat hadir untuk meningkatkan wawasan kebencanaan.
Abdul Muhari, Ph.D.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB
Admin