Seismic Gap Tour: Misi Kesiapsiagaan untuk Indonesia
20 Jun 2025 13:03 WIB

Foto : Prof. Ron A. Harris, pakar Geologi dari Brigham Young University (BYU) memberikan kuliah umum di Universitas Negeri Unima dalam rangkaian kegiatan Seismic Gap Tour yang bertajuk “Bridges Over Troubled Waters: Experiments with Full-spectrum Geohazard Risk Reduction in Indonesia” (Direktorat Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana BNPB)
JAKARTA - Indonesia duduk di atas bom waktu. Seorang pakar geologi dari Brigham Young University (BYU), Amerika Serikat, Prof. Ron A. Harris, mengajak kita untuk memperkuat kesiapsiagaan sebelum ancaman bahaya seismik datang tanpa peringatan.
Melalui kegiatan Seismic Gap Tour yang bertajuk “Bridges Over Troubled Waters: Experiments with Full-spectrum Geohazard Risk Reduction in Indonesia”, Prof. Harris mengunjungi lima kota untuk menyampaikan kuliah umum, berdiskusi bersama pemangku kepentingan, serta menyuarakan pentingnya mitigasi risiko celah seismik dan tsunami.
Didukung oleh Direktorat Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana-BNPB, berkolaborasi bersama BMKG, HAGI, In Harm’s Way, dan U-Inspire, kegiatan ini berlangsung mulai 1 hingga 17 Juni 2025 di Jakarta, Manado, Ternate, Padang, dan Bandung. Rangkaian kegiatan dimulai dari podcast di studio BNPB, membahas rencana Seismic Gap Tour pengalaman beliau yang telah melakukan lebih dari 30 ekspedisi lapangan di Indonesia dalam mencari jejak paleotsunami serta petunjuk untuk kemungkinan terjadinya gempa bumi dan tsunami besar di masa depan.
Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan kuliah umum di berbagai kampus dan lembaga seperti STMKG Jakarta, Universitas Negeri Manado, Universitas Khairun, Universitas Negeri Padang, Universitas Pertamina, dan BRIN.
Di setiap kunjungannya di kelima kota tersebut, Prof. Harris juga menyempatkan diskusi bersama para pemangku kepentingan setempat, terutama BPBD, Stasiun BMKG, FPRB, Komunitas Tsunami Ready, dan elemen masyarakat lainnya.
Dalam kuliah umumnya, beliau menjelaskan celah seismik terbentuk saat zona subduksi terkunci dan tidak mengalami gempa dalam waktu lama. Kondisi ini bisa memicu pelepasan energi besar dan memunculkan tsunami dahsyat.
Diskusi bersama para pemangku kepentingan dan komunitas setempat bertujuan untuk memahami sejauh mana kesiapan masyarakat, khususnya di wilayah berisiko tinggi. Seismic Gap Tour tidak hanya membangunkan kesadaran, tetapi juga menjadi langkah awal untuk membangun ketangguhan bersama menghadapi bencana yang bisa datang sewaktu-waktu.
Selain itu, menurut Prof Ron Harris menyampaikan kajian para ilmuwan tidak bisa hanya menjadi bahan bacaan saja namun harus dapat ditransfer kepada masyarakat. Baginya memahami tanda-tanda alam dan mampu melakukan evakuasi mandiri tanpa harus menunggu instruksi dari otoritas adalah kunci penyelamatan.
Sistem peringatan dini paling efektif adalah pengetahuan risiko yang tertanam dalam diri dan menjadi respon menyelamatkan diri. Dengan pemahaman terhadap potensi bahaya, rencana evakuasi yang jelas, serta penyediaan tempat evakuasi yang tahan gempa dan tsunami.
Prof. Harris percaya lebih banyak nyawa dapat diselamatkan. Indonesia memang hidup di wilayah yang rawan, tapi bukan berarti masyarakat harus hidup dalam ketakutan. Seismic Gap Tour bukanlah sekedar perjalanan ilmiah, melainkan panggilan bagi Indonesia untuk lebih siap menghadapi bencana yang tidak dapat diprediksi.
Abdul Muhari, Ph.D.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB
Admin