Mulailah mengetik pada pencarian di atas dan tekan tombol kaca pembesar untuk mencari.

Pengungsi Br.Kereteg Gunakan Kayu Bakar Untuk Masak

Dilihat 935 kali
Pengungsi Br.Kereteg Gunakan Kayu Bakar Untuk Masak

Foto : Pengungsi Br.Kereteg Gunakan Kayu Bakar Untuk Masak ()

KARANGASEM – Pengungsi di Br.Kereteg, Sibetan, Bebandem,Karangasem yang berasal dari Br.Dinas Galih gunakan kayu bakar untuk memasak di dapur. Dari September 2017 sampai saat ini pengungsi di Pos Pengungsian Br.Kereteg berjumlah 468 orang terdiri dari 200 pria, 185 wanita, 37 balita dan 46 Lansia.  Tugas memasak dilakukan kaum perempuan yang dibagi kedalam 4 kelompok yang bertugas bergantian tiap hari.

I Made Lasmini salah satu pengungsi dari Desa Galih mengatakan bahwa Ia dan keluarga sudah mengungsi sejak September 2017 sejak Gunung Agung dinyatakan Awas. “ Saya dan keluarga mengungsi ke Br.Kereteg ini. Kami lebih suka daripada di GOR karena disini lebih dekat dengan rumah. JIka Gunung Agung kelihatan aman dan asapnya putih, kami akan kembali ke rumah untuk memetik ubi, kelapa dan bunga untuk dijual,” tutur Lasmini. Perempuan berumur 25 tahun ini menyampaikan ketakutannya jika terjadi letusan yang besar. Saat ini suaminya I Wayan Karim sudah tidak bekerja, bengkel tempatnya mencari nafkah sudah ditutup sejak September lalu. “Suami saya tidak melakukan apa-apa sejak Gunung Agung statusnya Awas. Kami butuh pelatihan-pelatihan yang bermanfaat dan bisa menghasilkan tambahan penghasilan,” tambahnya. I Wayan Karim pria berusia 30 tahun ini mengatakan selama Gunung Agung aman, mereka bisa kembali ke desa mencari kayu bakar.” Karena desa kami dekat,kami bisa kembali mencari kayu bakar tapi kalau Gunung Agung meletus hebat bagaimana kami makan karena selama ini kami menggunakan kayu bakar dan bukan gas,” tambah Karim.

Sementara itu I Nengah Mantuk pengungsi yang selamat saat letusan Gunung Agung 1963 menyatakan bahwa di pengungsian ini aman dan tidak kekurangan apapun. “ Saya senang di pengungsian ini karena tidak terlalu jauh dari desa asal saya,”  tutur Mantuk. Ketika ditanya mengenai kejadian saat letusan Gunung Agung 1963, pria paruh baya yang juga hdup sendiri itu mengatakan bahwa ia masih berumur 17 tahun saat itu dan tidak akan pernah melupakan kejadian itu. “ Yang pertama adalah hujan abu kemudian hujan api, hujan batu, keluar lahar panas,” tambah Mantuk. Ia menuturkan bahwa saat itu memang belum ada informasi dari pemerintah dan mereka mengungsi berpindah-pindah dan tidak seperti sekarang ini. “ Pemerintah sangat membantu saat ini, belum meletus saja kami sudah disuruh mengungsi,” tambahnya. (ayu)

Penulis

Admin


BAGIKAN