- Home
- Sosialisasi Aplikasi Qlue, Portal MHEWS, dan Geladi Siaga Bencana Nasional kepada BPBD Kabupaten/Kota se- D.I.Yogyakarta
Sosialisasi Aplikasi Qlue, Portal MHEWS, dan Geladi Siaga Bencana Nasional kepada BPBD Kabupaten/Kota se- D.I.Yogyakarta
YOGYAKARTA - Dalam rangka meningkatkan kemampuan daerah
mengelola risiko bencana, Kedeputian Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melakukan sosialisasi pemanfaatan
Aplikasi Qlue untuk respon kebencanaan, sosialisai Geladi Siaga Bencana Nasional dan
sosialisasi tentang portal pemantauan Multi
Hazard Early Warning System (MHEWS)
di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (11/03/2017). Kegiatan
yang berlangsung di Kantor Pusdalops BPBD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan
narasumber Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB, B. Wisnu Widjaja,
Kasubdit Peringatan Dini BNPB, Bambang Surya Putra, Kasie Pemadu Sistem
Jaringan BNPB, Maryanto dan Kasie Kedaruratan sekaligus Manajer Pusdalops BPBD
DIY, Danang Samsu Rizal. Kegiatan
ini dihadiri oleh jajaran Pusdalops BPBD DIY, unsur/perwakilan dari BPBD Kota
Yogyakarta, BPBD Kabupaten Sleman, BPBD Kabupaten Gunung Kidul, BPBD Kabupaten
Kulon Progo dan BPBD Kabupaten Bantul. Deputi
Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB, B. Wisnu Widjaja dalam arahanya
menegaskan, bahwa Qlue merupakan produk anak bangsa, kedepan akan terus
dikembangkan untuk kebencanaan. “Aplikasi
ini bisa menjadi peta operasi yang baik,
sebagaimana yang saya bayangkan sejak bertahun-tahun lalu. Dengan peta operasi yang baik, kita bisa mengatur
strategi yang lebih baik pula dalam menangani kondisi darurat serta
mengantisipasi ancaman yang berpotensi terjadi,” jelas Deputi Bidang Pencegahan
dan Kesiapsiagaan BNPB. Disisi
lain Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB juga menyampaikan tentang
Geladi Siaga Bencana Nasional yang akan diselenggarakan pada tanggal 26 April
2017 secara serentak di seluruh Indonesia. Geladi ini lanjutnya, diharapkan
dapat menjadi wadah untuk melakukan simulasi dan evakuasi mandiri oleh semua
elemen masyarakat di daerah. Pilihan tanggal tersebut merupakan hari
disahkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2017 tentang Penanggulangan Bencana,
sekaligus menandai 10 tahun perubahan paradigma penanggulangan bencana dari
responsif menjadi prefentif. “Geladi tidak perlu anggaran, yang terpenting setiap
selesai geladi harus ada evaluasi. BNPB ingin mencatat berapa banyak masyarakat
yang ikut geladi, agar bisa dilaporkan ke Presiden, lalu diusulkan mulai tahun
2018 bisa ditetapkan menjadi Hari Geladi Siaga Bencana Nasional setiap tanggal
26 April dengan melaksanakan geladi secara serentak di seluruh Indonesia,”jelasnya. Sementara itu Kasubdit Peringatan Dini BNPB, Bambang Surya Putra
menambahkan, bahwa Qlue merupakan platform pelaporan online secara langsung
dari masyarakat kepada pemerintah tentang apa yang terjadi di daerahnya
masing-masing. BNPB memanfaatkan platform ini untuk melaporkan kejadian atau
informasi potensi bencana dalam bentuk yang bisa dipertanggung jawabkan
dengan menyertakan data pelapor, lokasi pelapor, dan foto objek laporan. “Keterlibatan
masyarakat yang lebih luas berfungsi sebagai human sensor atau crowd
sourcing yang mendukung pengumpulan data dan informasi bencana secara real
time,” papar Kasubdit Peringatan Dini BNPB. Terkait portal pemantauan Multi Hazard Early Warning System (MHEWS) lanjut Bambang Surya
Putra, portal ini dikembangkan BNPB bersama dengan lima kementerian/lembaga
(BPPT, BMKG, PUSAIR, PVMBG, LAPAN) serta Institut
Teknologi Bandung (ITB), sementara masih fokus pada bencana hidrometeorologi sedangkan
untuk jenis bencana lainya masih dalam tahap pengembangan dan diharapkan akan
segera opersional. Nantinya masing-masing BPBD
akan diberikan user dan password MHEWS. Namun saat ini hingga dua bulan ke depan portal
ini masih dalam moda verifikasi untuk dikonfirmasi lagi dengan data stasiun
BMKG setempat. Jadi belum bisa untuk konsumsi publik, hanya untuk kesiapsiagaan
BPBD. Kasie
Pemadu Sistem Jaringan BNPB, Maryanto menambahkan; bahwa hal ini berangkat dari
beberapa permasalahan dalam pelaporan bencana yang dihadapi oleh tim di
lapangan. Permasalahan pelaporan bencana yang dimaksud berada dalam tahap pra
bencana dimana kebutuhan mitigasi tidak seluruhnya terdeteksi serta kondisi
lingkungan kurang up-to-date; tahap tangap darurat, dimana permasalahan tidak
terpetakan, pelaporan terlalu birokratis, rapat posko tidak terukur, serta
perencanaan tidak taktis, dan tahap pasca bencana dimana data kerusakan
seringkali tidak transparan serta informasi kurang akurat. Dalam
waktu dekat BNPB akan mengembangkan Qlue dalam format khusus sebagai wadah
pelaporan potensi dan kejadian bencana. Kasie
Kedaruratan sekaligus Manajer Pusdalops BPBD DIY, Danang Samsu Rizal memberikan
laporan terkait perkembangan Pusdalops dalam hal peningkatan kapasitas
personil, pemanfaatan dan pemeliharaan fasilitas, termasuk penyusunan SOP guna
mendukung visi menjadi role model emergency
operation center. “Kami
berupaya menduplikasi terobosan-terobosan yang dilakukan BNPB guna menyamakan
irama antara program pemerintah pusat dengan pemerintah daerah,”ujarnya.
Posisinya yang terletak diantara Gunung Merapi yang
masih aktif dan sisi Samudra Hindia yang rawan gempa bumi dan tsunami serta
cuaca ekstrem yang sering melanda setiap tahunya, membuat Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta diantara dua pilihan, menyerah pada keadaaan atau beradapatasi
dengan mengelola risiko bencana.