Mulailah mengetik pada pencarian di atas dan tekan tombol kaca pembesar untuk mencari.

Tahapan Relokasi Sinabung

Dilihat 278 kali
Tahapan Relokasi Sinabung

Foto : tes1440 ()

Tahapan Relokasi


Ada tiga tahap relokasi untuk penanganan pascabencana erupsi Sinabung ini. Tahap pertama, pemenuhan kebutuhan relokasi untuk 370 kepala keluarga (KK) di Siosar yang berasal dari tiga desa yaitu Desa Bekerah 112 KK, Sukameriah 128 KK, dan Simacem 130 KK. Di lokasi ini, selain rumah-rumah dibangun pula sarana pendukung, fasilitas umum, dan fasilitas sosial bagi warga.


Tahap kedua, pemenuhan kebutuhan relokasi mandiri untuk 1.655 KK dan 181 KK data tambahan yang berasal dari empat desa yaitu Desa Gurukinayan 778 KK, Kutatonggal 108 KK, Berastepu 611 KK dan Gamber 158 KK. 


Di tahap kedua ini, masyarakat memperoleh bantuan dana rumah dan bantuan lahan usaha tani. Metode yang digunakan untuk membangun rumah adalah relokasi mandiri yang tersebar di 22 hamparan. Secara teknis pelaksanaan pembangunan rumah didampingi oleh Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas (Rekompak) dari Kementerian PUPR. Sampai dengan bulan Maret 2018, sebanyak 1.170 rumah terbangun dan 485 rumah lainnya masih dalam proses pembangunan. 


Tahap ketiga, pembangunan infrastruktur prasarana sarana pendukung di lokasi relokasi mandiri yang telah selesai di tahap kedua dan pembersihan lahan relokasi tahap ke-3 di Siosar untuk sekitar 1.098 KK yang masih dalam proses verifikasi penetapan by name by address. Warga yang akan direlokasi tersebut berasal dari Desa Sigarang-garang, Desa Sukanalu, Desa Mardinding dan Dusun Lau Kawar. 


Tantangan Relokasi


Gunung Sinabung menyimpan misteri, yaitu kapan gunungapi ini akan berhenti meletus. Secara ilmiah, fenomena letusan menerus Sinabung setelah lama tertidur tersebut ada hubungannya dengan rentetan gempa besar yang terjadi di zona subduksi di sekitar Pulau Sumatera. 


Peneliti Matteo Lupi dan Stephen Miller dalam penelitiannya di Jurnal Solid Earth menyimpulkan bahwa gempa-gempa yang terjadi di Sumatera, yaitu Aceh 2004, Nias 2005, dan Mentawai 2010 telah memicu gempa lain di Sumatera daratan. Akibatnya tegangan (stress) yang selama ini menekan dan menyungkup dapur magma Sinabung melemah. Pelemahan pada selubung dapur magma ini menyebabkan magma bermigrasi ke atas melewati retakan-retakan baru yang terbentuk hingga akhirnya meletus. 


Sebuah gunung akan berhenti meletus apabila tekanan magma sudah tidak sanggup lagi mendorong magma keluar ke permukaan bumi. Di Gunung Sinabung, masih ada tekanan magma ini, terbukti dari adanya gempa-gempa vulkanik dalam dan dangkal di sekitar gunung serta letusan-letusan yang terus terjadi.


Fenomen inilah yang menjelaskan kenapa Gunung Sinabung terus meletus sejak 2010 dan tak juga kunjung berhenti. Hal ini terjadi karena Sinabung sedang mencari keseimbangan baru, sehingga sangat sulit diprediksi kapan erupsi tersebut akan berakhir. Di tahun ini, pada 19 Februari 2018, kembali Sinabung meletus besar.


Dengan Sinabung yang terus-menerus meletus dan belum bisa diprediksi kapan akan berakhir, maka upaya penanggulangan bencana, terutama proses RR di lokasi ini mengalami tantangan tersendiri. Pelaksanaan RR dilakukan bersamaan dan dalam masa tanggap darurat. Implikasinya, upaya RR juga harus memerhatikan kegiatan yang dilakukan pada masa darurat, yaitu pemenuhan kebutuhan dasar seperti air bersih dan logistik bagi warga yang harus mengungsi karena bertempat tinggal di zona bahaya. 


Selain itu, kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan oleh letusan Sinabung juga terus mengalami perubahan. Akibatnya hasil perhitungan sementara kerusakan dan kerugian akibat erupsi Gunungapi Sinabung pun berubah-ubah. Sejak September 2013 hingga Mei 2015 diperkirakan kerusakan dan kerugian mencapai Rp1,80 triliun. Terdiri dari nilai kerusakan sebesar Rp 578,99 miliar dan nilai kerugian sebesar Rp 1,23 triliun. 


Kerusakan dan kerugian paling besar terjadi di sektor ekonomi produktif yang meliputi pertanian, perkebunan, peternakan, perdagangan, pariwisata, perikanan, UKM, dan industri sebesar lebih dari Rp 1,14 triliun. Berikutnya kerusakan dan kerugian di sektor permukiman sebesar Rp 505,9 miliar, infrastruktur Rp 83,93miliar, sosial Rp 53,43 miliar, dan lintas sektor sebesar Rp 18,26 miliar.


Penulis

Admin


BAGIKAN