Mulailah mengetik pada pencarian di atas dan tekan tombol kaca pembesar untuk mencari.

Perjanjian Silokek Dua Jenderal

Dilihat 2582 kali
Perjanjian Silokek Dua Jenderal

Foto : Perjanjian Silokek Dua Jenderal ()

PADANG - Ada apa dengan dua orang jenderal ini? Latar belakang apa yang membuat mereka terlibat dalam satu perjanjian? Yang pertama, Letjen TNI Doni Monardo, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Yang kedua, Brigadir Jenderal (Pol) Damisnur, Wakil Kepala Polda Sumatera Barat. 

Doni Monardo berdarah Minang, sedangkan Damisnur berdarah Bugis kelahiran Bumi Arupalaka Kabupaten Bone Sulsel. Janji yang terucap pada hari Rabu, tanggal 6 November 2019 itu pun, akhirnya menepis galau dalam hati Doni terhadap bumi Minang. 

Mari kita mengilas-balik sejenak. Tersebutlah Nagari Sungai Tarab, yang terletak di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Diapit dua gunung, yaitu Gunung Merapi dan Gunung Singgalang, topografinya didominasi oleh daerah perbukitan, serta memiliki dua pertiga bagian danau Singkarak. Di sanalah, di  alam yang sejuk dengan panorama indah ini,  tempat asal ibu kandung Letjen Doni.

Meski lahir di Cimahi, Jawa Barat 10 Mei 1963, darah Doni adalah asli Minang. Ayahnya, Letkol CPM Nasrul Saad berasal dari Lintau dan sang ibu, Roeslina, dari Nagari Sungai Tarab. Karena ayahanda yang seorang prajurit, maka Doni kecil pun ikut berpindah-pindah. 

Lahir di Cimahi, lalu menghabiskan masa kanak kanak di Aceh. Setelah itu, baru tinggal di Padang, hingga lulus SMA. Seperti pepatah buah jatuh tak jauh dari pohonnya, Doni masuk Akademi Militer setelah lulus SMA. Tahun 1985 ia mengawali masa kedinasannya sebagai seorang prajurit. 

Lebih tiga dasawarsa, tepatnya 34 tahun sudah Doni malang melintang melakoni penugasan. Pernah berdinas di Banten, Bali, Aceh, Jakarta, Sulawesi Selatan, Bogor, Maluku, dan Jawa Barat. Penugasan luar negerinya juga termasuk menonjol. Di antara sederet daerah tempat Doni bertugas, tidak ada satu daerah pun di wilayah Sumatera Barat, apalagi Tanah Datar. Lebih-lebih Nagari Sungai Tarab.

Kecintaan Doni pada pohon, perhatian yang tinggi pada pelestarian lingkungan hidup, diketahui tidak saja oleh orang-orang dekat. Senior dan juniornya di lingkungan TNI, juga pejabat dan kolega di daerah tempat bertugas, mafhum soal itu. 

Di markas Kopassus Serang, Doni menanam pohon. Di wilayah Bogor, ia menanam pohon. Di Makassar ia menanam pohon. Di Maluku ia menanam pohon. Di Jawa Barat ia menanam pohon. Di mana pun Doni bertugas, ia menanam pohon. Tak hanya itu, Doni pun sudah membagikan  jutaan bibit pohon ke Sabang sampai Marauke, termasuk ke Timor Leste.

Doni tidak pernah bosan mengajak masyarakat menanam pohon. Seorang pejabat tinggi pernah berkomentar bahwa Doni itu dukun pohon, karena hampir semua jenis pohon ia tahu namanya dan paham asal usulnya.

Dalam setiap aksinya Doni selalu mengingatkan, mencegah manusia agar tidak berbuat hina dengan merusak lingkungan. Yang ia sebut hina bagi alam, mulai dari ulah membuang sampah sembarangan, hingga perilaku durjana menebang pohon secara liar dan membakar hutan serta lahan.

Menanam pohon di satu sisi. Mencegah manusia merusak alam di sisi lain, adalah hal mutlak yang harus dilakukan setiap manusia yang hidup di atas bumi, termasuk bangsa Indonesia. Begitulah Doni terus-menerus melakukan sosialisasi ke mana pun ia pergi, sebagai bagian dari upaya mengubah mindset. 

Gairah hati Doni Monardo serasa bergelora, saat tiba agenda kunjungan kerja ke Sumatera Barat, pekan awal November 2019. Ia menyambangi tepian Sungai Batang Kuantan di Kabupaten Sijunjung. Mata mantan komandan jenderal kopassus itu memandangi kokohnya pegunungan karst (kapur) di kiri-kanan sungai di kawasan Silokek. Mirip dengan kawasan karst Rammang Rammang Maros, Sul Sel yang kini sudah ramai dengan wisatawan.

Doni menyaksikan lokasi rencana pengembangan Geopark Ranah Minang, Silokek, sekitar 16 Km dari kota Sijunjung. Di situ, hatinya berdesir kecut, demi melihat air sungai Batang Kuantan keruh kecoklatan. Boleh jadi sama sedihnya saat pertama kali melihat sungai terkotor Citarum. Hingga berkat kemauan keras, kerja getol dan gotong royong, dengan konsep pentahelix yang digagasnya bersama Kodam Siliwangi mengubah nama Citarum dekil, Citarum jorok, menjadi Citarum Harum.

Lebih tersayat hatinya demi mengetahui, sumber kekeruhan karena adanya tambang emas ilegal yang dilaporkan menggunakan bahan merkuri.

Di depan Bupati Sijunjung dan muspida setempat, Doni lantas melempar pandang ke arah Wakapolda Sumbar, Brigjen. Pol. Drs. Damisnur A.M., S.H., M.M. Lelaki kelahiran Bone, Sulawesi Selatan, 1 Januari 1962 itu terbilang adik. Damisnur adalah lulusan angkatan (lichting) Akpol 1986, yang menjabat Wakapolda Sumbar sejak 5 Januari 2018. Sedangkan Doni Monardo lulusan Akmil 1985.

Seketika terlintas di benak Doni untuk mengajak Damisnur mengikat perjanjian suci, demi lingkungan yang lebih baik. Saat bertugas di wilayah Sulawesi Selatan, tak terhitung pohon yang telah Doni tanam atas nama penghijauan, atas nama lingkungan yang lebih baik. Bahkan di Makassar, ada  pohon yang diberi nama “Pohon Doni” di kawasan Lapangan Karebosi.

“Saya sudah berbuat untuk kampungmu, sekarang berbuatlah untuk kampung saya,” begitu kurang lebih Doni mengajak Damisnur berjanji. Hadirin yang mendengarkannya pun tersenyum tawa.

Bagi Doni, prajurit TNI jangan dilihat dari mana ia berasal, tetapi jejaknya akan tertapak di mana ia pernah bertugas. Apa saja yang sudah dia lakukan di daerah penugasan. Bak botol bertemu tutup, Damisnur menyambut baik “perjanjian” bersama Doni.

Damisnur kontan menunaikan janjinya. Bergegas ia pamit untuk meninjau langsung tambang emas liar yang mencemari, tepatnya di aliran sungai yang melintas, yang sumbernya di Kabupaten Solok Selatan.

Damisnur berjanji akan tegas melakukan penegakan hukum demi menjaga lingkungan Sumatera Barat. Sebagaimana pepatah, alam takambang jadi guru, maka belajar dan bergurulah dari alam, agar alam selalu menjaga kita. Damisnur pun tentu menjiwai komitmen kepada seniornya sebagaimana tertuang dalam pepatah Bugis taro ada taro gau ; satu nya kata dan perbuatan.

Ancaman Abrasi

Kunjungan Doni Monardo di Sumatera Barat juga sampai ke Monumen Merpati Perdamaian di Pantai Muaro Lasak, Rimbo Kaluang, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang. Lagi-lagi ia prihatin melihat fenomena abrasi yang terjadi.

Tempat wisata, monumen, masjid, rumah penduduk, dan fasilitas umum di pesisir Sumatera Barat rusak ataupun terancam rusak akibat abrasi. 

Doni Monardo mengatakan, pencegahan abrasi tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah. Masyarakat perlu membantu upaya pemerintah serta menjaga vegetasi pesisir. Monumen di Pantai Padang itu terancam roboh akibat abrasi.

"BNPB, pemerintah provinsi, dan TNI di Sumbar menyiapkan banyak tanaman. Namun, sulit tanpa kesadaran dan kepedulian masyaarkat untuk ikut merawatnya," kata Doni.

Pernyataan Kepala BNPB merujuk penanaman ribuan pohon, seperti cemara udang di pesisir Sumbar akhir Maret lalu. Alih-alih tumbuh, sebagian besar pohon tersebut mati. Di Pantai Padang, lebih dari separuh pohon menyisakan batang kering ataupun terperosok ke laut akibat abrasi.

Menurut Doni, antisipasi abrasi tak bisa hanya mengandalkan infrastruktur buatan manusia, seperti pemecah ombak dan dinding laut. Harus ada kombinasi dengan yang alami. Infrastruktur alami adalah penanaman pohon.

Di pesisir selatan Jawa Timur dan Jawa Tengah, kata Doni, penanaman pohon efektif mengurangi dampak abrasi. Upaya tersebut dilakukan masyarakat dan pegiat lingkungan. Mereka sukarela membuat bibit, menanam, dan merawat pohon. Hal itu bisa dicontoh Sumbar.

Untuk mencegah abrasi lebih parah di Pantai Padang, Balai Wilayah Sungai Sumatera V menyiapkan infrastruktur buatan. "Abrasi merupakan ancaman permanen, maka solusinya juga harus permanen. Ahli PU (Kementerian PUPR) mencoba merancang ulang agar Pantai Padang tidak hilang," ujar Doni.

Tak pelak, kunjungan Doni ke tanah leluhur menyisakan pertempuran dua rasa yang mengaduk-aduk perasaannya. Kondisi alam indah Sumbar yang rusak, ia ibaratkan laksana kuku-kuku tajam serigala yang mencabik-cabik hatinya. Toh, ada asa yang menyembul di hatinya, demi mengingat janji yang tertinggal di sana. Janji menjaga alam yang ia ikrarkan bersama Brigjen Damisnur. (Egy Massadiah)

Penulis

Admin


BAGIKAN