Mulailah mengetik pada pencarian di atas dan tekan tombol kaca pembesar untuk mencari.

Peringatan Bulan PRB 2022 di Kaltim Sukses Terlaksana, Sampai Jumpa di Kendari Tahun Depan

Dilihat 675 kali
Peringatan Bulan PRB 2022 di Kaltim Sukses Terlaksana, Sampai Jumpa di Kendari Tahun Depan

Foto : Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto (kiri) menyaksikan Gubernur Sulawesi Tenggara H. Ali Mazi mengibarkan bendera pataka pada Puncak Acara Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) 2022 di BSCC Dome, Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat (14/10). (Danung Arifin)


BALIKPAPAN - Puncak Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) tahun 2022 baru saja digaungkan di Balikpapan Sport and Convention Center (BSCC) Dome, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat (14/10). Para pegiat penanggulangan bencana dari komponen pentaheliks, baik dari instansi pemerintah, relawan, akademisi, dunia usaha hingga media massa berkumpul bersama untuk saling menguatkan sinergi satu sama lain.

Event tahunan yang selalu diselenggarakan pada bulan Oktober itu dibuka dengan lenggak-lenggok sepuluh penari dari Sanggar Tari Serumpun Lima, asuhan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Balikpapan, membawakan tari 'Pesona Enggang Borneo'. Tarian itu melambangkan keanggunan, kecantikan dan keelokan burung enggang atau rangkong, salah satu burung endemik Kalimantan yang dikeramatkan Suku Dayak.

Salam komando khas penanggulangan bencana “Salam Tangguh!” pun menggelegar ketika Letjen TNI Suharyanto S.Sos., M.M., selaku pucuk pimpinan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyapa seluruh peserta dan hadirin dengan penuh semangat.

“Salam Tangguh!,” ucap Suharyanto dan dibalas dengan kompak para peserta.

Memulai sambutan dan arahan, Kepala BNPB mengucapkan terima kasih kepada seluruh peserta yang hadir, khususnya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) seluruh Indonesia dan relawan Forum PRB.

Bagi Suharyanto, kehadiran mereka merupakan bukti komitmen kuat bahwa penanggulangan bencana menjadi perhatian dan semangat bersama antar BPBD serta segenap unsur pentaheliks, sebagaimana yang menjadi tema Bulan PRB tahun 2022, “Bebaya Etam Tegoh”.

"Terima kasih atas kehadiran seluruh komponen yang selama ini tidak bosan, tidak lelah mendampingi BNPB dalam penanggulangan bencana," ucap Suharyanto.

Pesan Kesiapsiagaan

Memasuki pertengahan bulan Oktober, Suharyanto mewanti-wanti agar pemerintah daerah melalui BPBD mempersiapkan diri menghadapi musim penghujan. Periode musim penghujan ini menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) akan berlangsung hingga April 2023 dan memasuki puncaknya pada bulan Desember 2022 hingga Januari 2023.

Pada periode itu, beberapa gejala alam seperti meningkatnya curah hujan dan cuaca ekstrem diperkiraka akan lebih sering terjadi. Fenomena itu dapat memicu terjadinya beberapa bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang, angin puting beliung dan cuaca ekstrem.

Sampai dengan 13 Oktober 2022, BNPB mencatat bencana yang mendominasi adalah Banjir sebanyak 1.125 kejadian, cuaca ekstrem 887 kejadian, tanah longsor 499 kejadian dan sisanya karhutla 239 kejadian, gempabumi 22 kejadian, gelombang pasang 21 kejadian dan kekeringan 4 kejadian.

Dari rentetan seluruh bencana itu, ada sebanyak 167 orang meninggal dunia, 32 hilang, 804 luka-luka dan yang terdampak mencapai 3.433.723 jiwa.

Sebagai antisipasi untuk mengurangi dampak potensi risiko bencana, Kepala BNPB menyampaikan beberapa hal yang dapat dilakukan dalam jangka pendek dan jangka panjang. Untuk jangka pendek, Suharyanto meminta agar BPBD dan komponen penanggulangan bencana di daerah mempersiapkan alat, perangkat dan personel untuk menghadapi potensi bencana. Apabila daerah kekurangan dan membutuhkan peralatan, maka dapat meminta kepada BNPB.

Pada setiap kejadian bencana, masyarakat sangat menaruh harapan kepada komponen penanggulangan bencana daerah, khususnya BPBD bersama unsur dari TNI, Polri, relawan dan seluruh pegiat kebencanaan. Oleh sebab itu, kesiapan seluruh unsur sangat menentukan keberhasilan dalam penanggulangan bencana.

"Masyarakat sangat menaruh harapan kepada kita. Kalau kita tidak meningkatkan kepedulian, kapasitas, kemampuan, tentu saja korban-korban bencana ini akan lebih banyak," jelas Suharyanto.

Selanjutnya untuk jangka panjang, Suharyanto meminta agar tata kelola lingkungan dilakukan dengan baik. Adapun indikator keberhasilannya menurut Suharyanto adalah ketika bencana seperti banjir tidak terjadi lagi di lokasi yang sama. Apabila banjir masih terjadi dan berulang, maka perangkat penanggulangan bencana di daerah itu tidak maksimal dalam melaksanakan Standar Pelayanan Minimum (SPM).

Berkaca dari Sintang

Pada saat menyampaikan arahan itu, Suharyanto memutar ingatan tentang peristiwa yang hampir setahun lalu, tepatnya pada tanggal 20 November 2021, atau tiga hari setelah melepas jabatannya sebagai Pangdam Brawijaya VIII dan dipercaya Presiden Joko Widodo untuk menahkodai BNPB, menggantikan Letjen (Purn) Ganip Warsito yang memasuki masa purna bhakti.

Pada saat itu, sebagian Kota Sintang lumpuh dikepung banjir. Kondisi itu membuat roda perekonomian Sintang terhenti dan berdampak ke berbagai sektor. Menurut perkembangan laporan, kondisi Sintang tak berubah sejak Oktober 2021.

Tak perlu mengambil banyak waktu, sesuai komitmennya usai mendapat tugas dan tanggung jawab baru sebagai pucuk pimpinan BNPB, Suharyanto kemudian bergegas menuju Kabupaten Sintang di Kalimantan Barat.

Dari apa yang disaksikan Suharyanto, kemudian dia menggaris bawahi bahwa sudah hampir setahun berlalu, nyatanya banjir kembali datang di Sintang. Laporan yang sampai di tangannya pada awal Oktober 2022 lalu menyatakan bahwa kondisi Sintang dan kabupaten lain di sekitarnya kembali dilanda banjir.

Padahal pada saat kunjungan ke Sintang, Suharyanto telah menitipkan pesan berisi penanganan jangka panjang dan pendek. Namun banjir datang lagi. Itu yang menjadikan Suharyanto kemudian merasa perlu membuka kembali fakta untuk evaluasi dan pembelajaran bersama.

"Tahun kemarin terjadi bencana banjir di Kabupaten Sintang sampai satu bulan. Kalau nanti Desember sampai Januari sama satu bulan banjir, artinya kita semua tidak bekerja. Itu tolak ukurnya. Gagal kita,” tegas Suharyanto.

Lebih lanjut, Suharyanto menegaskan apabila memang tidak dapat dicegah, minimal bencana harus dapat diminimalisir dampaknya dan dikurangi risikonya. Hal itu yang kemudian harus diupayakan oleh seluruh pihak, baik yang ada di tingkat pusat maupun daerah.

"Kalau tidak bisa dihilangkan, ya minimal berkurang. Itu tolak ukurnya. Itu yang harus kita sama-sama upayakan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah," kata Suharyanto.

Tanggap Darurat: Bantu Masyarakat Segera!

Pada saat terjadi bencana, Suharyanto meminta agar komponen yang ada di daerah segera turun ke lapangan membawa serta logistik dan dana operasional. Hal itu menjadi penting, sebab keselamatan masyarakat adalah hukum yang tertinggi, sesuai perintah Presiden Joko Widodo.

"Segera bantu masyarakat. Itu harga mati hukumnya," jelas Suharyanto.

"Jadi tidak usah berfikir macam-macam. Datang, langsung bekerja di situ, bawa logistik," imbuhnya.

Lebih lanjut, Suharyanto juga mendorong kepada pemerintah daerah agar tidak ragu dan segera menetapkan status tanggap darurat apabila terjadi bencana. Sebab, dengan diterbitkannya status tanggap darurat itu, maka pemerintah pusat dan seluruh komponen dapat turun membantu baik dari pendanaan maupun logistik dan peralatan.

"Nggak perlu ragu-ragu menetapkan status tanggap darurat. Karena dengan adanya status tanggap darurat maka pemerintah pusat bisa langsung turun memberikan bantuan baik dana maupun logistik," kata Suharyanto.

Rehabilitasi dan Rekonstruksi: Pendataan Jangan Lambat

Pada fase Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Suharyanto menegaskan bahwa pendataan, mulai dari banyaknya warga terdampak, kerusakan bangunan, infrastruktur, sarana dan prasarana serta unsur yang lainnya menjadi mutlak dalam percepatan pemulihan.

Khusus dalam urusan ini, Suharyanto menegaskan agar pendataan jangan sampai lambat. Sebab, hal itu akan menentukan proses rehabilitasi dan rekonstruksi ke depannya. Apabila terlambat dan lebih dari periode tanggap darurat, maka rehabilitasi dan rekonstruksi tidak dapat diproses di tahun yang sama.

Suharyanto betul-betul menggaris bawahi untuk urusan pendataan. Dia tidak ingin hanya perkara pendataan yang terlambat maka membuat penyintas bencana terkatung-katung.

"Kadang-kadang begitu kejadian, dalam masa pendataan ini lambat. Sehingga tanggap daruratnya selesai. Kalau tanggap daruratnya selesai, maka anggaran untuk rehabilitasi dan rekonstruksinya harus menunggu tahun depan," kata Suharyanto.

"Ada pengungsi masyarakat sampai bertahun-tahun di pengungsian ini apa kita nggak kasihan, hanya gara-gara pendataannya lambat," imbuhnya.

Pantau Terus Pengajuan Proposal

Demi kelancaran seluruh rangkaian rehabilitasi dan rekonstruksi, Suharyanto juga mengingatkan kepada seluruh daerah yang mengajukan proposal kepada BNPB agar terus mengawal dan memantau prosesnya hingga selesai. Sehingga apabila ada kekurangan dokumen penunjang maupun hal lainnya agar dapat segera dilengkapi.

Selain masalah pendataan, Suharyanto juga melihat bahwa hingga saat ini ada beberapa proses rehabilitasi dan rekonstruksi masih terhambat karena masalah komunikasi dan koordinasi yang kurang terjalin dengan baik.

"Buat proposal pengajuan rehabilitasi dan rekonstruksi yang komprehensif dan memenuhi semua persyaratan karena sering kali proposal daerah selalu tidak lengkap," jelas Suharyanto.

"Jangan proposal ini lalu dilempar begitu saja. Harus ada komunikasi lebih lanjut. Karena banyak yang ketika diteliti masih banyak yang kurang dokumen yang mengacu akuntabilitas," tambah Suharyanto.

COVID-19: PPKM Dicabut Akhir Bulan, Pandemi Jadi Endemi

Letjen TNI Suharyanto, selaku Kepala BNPB yang sekaligus didaulat menjadi Ketua Satgas Penanganan COVID-19, pada kesempatan tersebut juga mengabarkan adanya wacana dari Presiden Joko Widodo terkait pencabutan masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di seluruh Indonesia yang rencanakan akan diumumkan pada akhir bulan Oktober 2022.

Adapun beberapa hal yang menjadi evaluasi dan pertimbangan pencabutan masa PPKM akan menjadi kewenangan Presiden Joko Widodo. Hal itu tentunya harus disikapi dengan sebaik-baiknya. Penghapusan masa PPKM bukan berarti kemudian COVID-19 tidak ada, namun protokol kesehatan tetap mutlak dilakukan sesuai aturan yang berlaku demi mencegah terjadinya penularan virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.

Lebih lanjut, Suharyanto juga membeberkan bahwa status pandemi menjadi endemi akan diumumkan pada bulan Februari 2023 mendatang, sebab sesuai aturan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), siklus varian COVID-19 dihitung per enam bulan. Apabila tidak terjadi lonjakan kasus pada kurun waktu tersebut, maka Indonesia akan secara resmi meminta WHO agar menurunkan status menjadi endemi.

Tentunya, untuk mencapai endemi, Suharyanto menegaskan ke seluruh pihak agar terus mendorong dan mendukung proses vaksinasi lanjutan sebagai benteng pertahanan diri dan mencegah terjadinya amukan COVID-19, khususnya empat bulan sampai Pebruari 2023 nanti.

"Ini masih menunggu Pebruari, karena siklusnya per enam bulan. Dari varian Delta menuju Omicron itu per enam bulan," jelas Suharyanto.

"Nanti Pebruari Indonesia akan secara resmi bersurat kepada WHO meminta  status endemi. Mohon November sampai Januari agar terus didorong vaksin booster," pinta Suharyanto.

Penyakit Mulut dan Kuku: Kasus Aktif Tertinggi di Jateng dan Jatim

Dalam laporan yang dirangkum, penyakit mulut dan kuku (PMK) yang masih melanda di Tanah Air semakin hari semakin dapat terkendali. Beberapa daerah semakin banyak yang melaporkan tidak ada kasus atau zero case sehingga dapat dikatakan telah keluar dari ancaman kasus PMK.

Kendati demikian, Suharyanto meminta kepada seluruh pemangku kebijakan di daerah agar tidak lantas berpuas diri dan tetap waspada pada ancaman PMK. Sebab, zero case bukan berarti tidak ada ancaman virus.

Menilik dari kasus yang terjadi di Samarinda, Suharyanto yang juga mengemban tugas sebagai Ketua Satgas Penanganan PMK menggaris bawahi fenomena yang terjadi di Ibu Kota Kalimantan Timur itu. Berdasarkan laporan, Samarinda sempat dinyatakan zero case, namun selang beberapa periode kemudian ditemukan kembali kasus aktif yang menjangkiti hingga 20 lebih hewan ternak.

Oleh sebab itu, Suharyanto menegaskan kembali, khususnya untuk Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, sebagai wilayah dengan kasus tertinggi, agar lebih meningkatkan upaya penanganan PMK serta dapat mencontoh keberhasilan daerah lain, sehingga harapannya pada akhir 2022 tidak ada lagi kasus PMK di Tanah Air.

"Diharapkan di akhir tahun 2022 ini PMK bisa dikendalikan. Sehingga Indonesia di tahun 2023 bisa lebih fokus dalam pemulihan ekonomi," tutup Suharyanto.

Peringatan Bulan PRB Tahun 2023: Sampai Jumpa di Kendari

Mengakhiri seluruh arahan dan sambutan, Kepala BNPB kemudian melakukan upacara serah terima bendera pataka Peringatan Bulan PRB dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara.

Prosesi itu dilakukan secara simbolis dari Gubernur Kalimantan Timur H. Isran Noor kepada Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto, kemudian dari Kepala BNPB kepada Gubernur Sulawesi Tenggara H. Ali Mazi.

Serah terima bendera pataka itu sekaligus mengakhiri seluruh rangkaian Peringatan Bulan PRB tahun 2022 di Provinsi Kalimantan Timur dan menjadi penanda Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai tuan rumah Peringatan Bulan PRB tahun 2022.

Terima kasih Kalimantan Timur, sampai jumpa di Sulawesi Tenggara pada Peringatan Bulan PRB tahun depan! Salam Tangguh!



Abdul Muhari, Ph.D. 

Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB 

Penulis

Admin


BAGIKAN