Pemerintah Mendorong Implementasi Infrastruktur Tangguh
23 Jul 2024 21:10 WIB

Foto : Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Dr. Raditya Jati, S.Si., M.Si saat membuka Seminar Infrastruktur untuk Masa Depan Resiliensi Berkelanjutan, di Bogor, 22 Juli 2024. (Bidang Komunikasi Kebencanan BNPB/Fhirlian Rizqi)
BOGOR - Pemerintah perlu membangun infrastruktur tangguh, terlebih di wilayah yang memiliki tingkat risiko bahaya tinggi. Kehadirannya akan mampu untuk mengurangi dampak yang diakibatkan dari suatu bencana alam.
Hal tersebut diungkapkan oleh Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Dr. Raditya Jati, S.Si., M.Si pada pembukaan Seminar Infrastruktur untuk Masa Depan Resiliensi Berkelanjutan, yang diselenggarakan oleh BNPB bekerja sama dengan SIAP SIAGA, lembaga kemitraan Australia-Indonesia untuk menajamen risiko bencana, di Kota Bogor, 22-23 Juli 2024.
Seminar ini bertujuan untuk menggali masukan dari para pemangku kepentingan dan para ahli melalui rangkaian diskusi tentang perkembangan transformasi, konvergensi dan inovasi digital pascatsunami 2004 dan keterkaitan ketiga hal tersebut dapat mendukung resiliensi berkelanjutan.
Pada kesempatan itu, Raditya mengatakan, selain mengurangi dampak, infrastruktur yang tangguh ini juga dapat memberikan dampak positif terhadap manajemen bencana hingga mendorong perkembangan ekonomi, di antaranya memudahkan penanganan tanggap darurat, mempercepat waktu rehabilitasi dan rekonstruksi, mengurangi biaya, menjaga pertumbuhan ekonomi, hingga mempertahankan hasil pembangunan, menjaga kepercayaan investor, dan menjaga kelancaran arus barang dan jasa.
“Jadi kehadiran infrastruktur yang tangguh ini secara prinsip bisa dikatakan dapat melindungi masyarakat secara proaktif terhadap ancaman bencana seperti gempa bumi, banjir, atau serangan siber dan perubahan iklim di mana ini jadi suatu ancaman yang nyata,” terang Raditya.
Namun demikian, infrastruktur tangguh perlu didukung oleh sejumlah elemen salah satunya adalah regulasi, standarisasi keberlanjutan pada ekosistem infrastruktur, dan terintegrasinya inovasi dan teknologi.
Pembangunan infrastruktur tangguh menghadapi berbagai tantangan sektoral, mulai dari keterbatasan anggaran, kerentanan terhadap bencana alam, hingga perubahan iklim.
“Sehingga infrastruktur tangguh ini nantinya dapat menyerap guncangan dan mampu beradaptasi pada kondisi yang berubah yang dipicu oleh tadi perubahan iklim, sehingga layanan esensial dari suatu infrastruktur dapat tetap berjalan di tengah kondisi bencana, baik itu seperti jembatan, jaringan listrik, atau sistem penyediaan air, infrastruktur yang kokoh membentuk tulang punggung masyarakat,” jelas Raditya.
Kehadiran infrastruktur tangguh juga dinilai penting untuk merespon ancaman perubahan iklim yang mana hal ini dapat memicu besarnya skala bencana yang terjadi.
Sementara itu, Asisten Deputi Ketahanan Kebencanaan dan Pemanfaatan Teknologi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Muksin menggarisbawahi, dampak dari bencana alam masih menjadi tantangan tersendiri untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di kisaran enam sampai tujuh persen.
“Tantangan kita untuk pembangunan nasional dan pertumbuhan ekonomi itu adalah bencana salah satunya apalagi 75 persen infrastruktur industri dasar dan konektivitas itu dibangun di daerah dengan risiko bencana tinggi, maka lambat laun isu kebencanaan ini akan jadi pertimbangan sendiri oleh para investor,” tutur Muksin.
Maka sudah seyogyanya pembangunan infrastruktur yang tangguh dilakukan karena akan memperkuat resiliensi ekonomi. “Bencana merupakan urusan bersama maka untuk mewujudkan infrastruktur resiliensi berkelanjutan ini perlunya kolaborasi aktif tidak hanya BNPB sendiri,” katanya.
Upaya Pemerintah
Guna mendorong terwujudnya infrastruktur tangguh yang berkelanjutan, pemerintah melalui sejumlah lembaga telah menerapkan inovasi dan teknologi di bidang infrastruktur. BNPB misalnya, pada tahun depan akan menginisiasi sebuah program penilaian terhadap rumah masyarakat yang dibangun secara swadaya namun rentan terhadap kerusakan akibat bencana.
Hal tersebut merupakan bagian dari mitigasi terhadap bangunan yang sudah berdiri. Penilaian ini nantinya akan melibatkan ahli untuk mengetahui bagaimana kekuatannya dan sejauh mana dampak akibat terkena bencana. Adapun program ini akan dilaksakan di lima daerah terlebih dahulu.
Selain BNPB, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat juga mendorong penerapan teknologi pada program rumah yang disebut RISHA, yakni rumah instan sederhana yang saat ini sudah banyak diterapkan di sejumlah daerah.
Pengembangan infrastruktur yang tangguh juga sudah menjadi perhatian Bappenas. Dalam rancangan arah kebijakan dan strategi hingga lima tahun ke depan, pengelolaan sumber daya air menjadi prioritas guna mendukung natural solution yang dianggap menjadi solusi terbaik serta menciptakan lingkungan hidup yang baik terutama sebagai upaya merespon ancaman perubahan iklim.
“Indikasi sasaran dan proyek prioritas strategi sumber daya air - kebencanaan 2025 -2029 yaitu kapasitas tampungan air, modernisasi irigasi, dan ketangguhan terhadap banjir periode 50 tahunan. Bappenas dalam hal ini sudah punya peta RPJMN 2025 -2029 dan sudah ada 6 kota yang diverifikasi,” terang Deputi Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas Ervan Maksum, ST., M.Sc.
Seminar ini sendiri dihadiri oleh para pemangku kepentingan dari kementerian/lembaga terkait, organisasi non-profit, perusahaan, dan peneliti, serta ahli di bidang konstruksi dan lingkungan.
Abdul Muhari, Ph.D.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB
Admin