Mulailah mengetik pada pencarian di atas dan tekan tombol kaca pembesar untuk mencari.

Mitigasi Bahaya Gempa dan Tsunami Sumbar, Doni: Alam Takambang Jadi Guru

Dilihat 3371 kali
Mitigasi Bahaya Gempa dan Tsunami Sumbar, Doni: Alam Takambang Jadi Guru

Foto : Mitigasi Bahaya Gempa dan Tsunami Sumbar, Doni: Alam Takambang Jadi Guru ()

PADANG - ‘Alam Takambang Jadi Guru’ merupakan salah satu pepatah Minangkabau yang diungkapkan Kepala BNPB, Doni Monardo, saat berbicara pada Rapat Koordinasi (rakor) Mitigasi dan Penanganan Bencana Gempa dan Tsunami di Aula Gubernuran Sumatera Barat, pada hari Rabu (6/2). Doni maknai pepatah tersebut dalam bahasa Indonesia menjadi ”alam terkembang (terbentang luas) dijadikan sebagai guru.

 

Pepatah ini mengajarkan kepada masyarakat untuk senantiasa menjadikan alam sebagai guru. Kita belajar pada alam yang menyajikan berbagai fenomena. Mengamati apa yang ada di alam bisa membuat sebuah pembelajaran yang sangat berharga bagi ilmu kebencanaan. Ilmu sains dan teknologi dapat dijadikan pemandunya.

 

Berdasarkan data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Badan Meterorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Sumatera Barat memiliki potensi megathrust di Kepulauan Mentawai.

 

Peneliti Utama LIPI sekaligus Ahli Geologi dan Gempa Bumi, Danny Hilman Natawidjaja menyebutkan gempa besar dan tsunami masih mengancam Sumatera Barat. "Bahaya megathrust Mentawai masih menyimpan energi 8,8 SR," ujarnya di depan kepala beserta rombongan dari BNPB, BMKG, serta Gubernur, Ketua DPRD, BPBD, jajaran pejabat disertai staf dari Pemda di Provinsi Sumatera Barat saat memberi paparan pada rakor ini

 

Energi megathrust Mentawai sudah mulai terlepas, seperti yang terjadi pada tahun 2007 dengan gempa 6,4 magnitudo dan 7,7 magnitudo pada 2010. "Kalau belum dilepaskan maksimal 9 magnitudo. Maka sisa tenaga yang masih tersimpan berkurang menjadi 8,8 magnitudo" katanya.

 

Danny mengatakan, selain megathrust Mentawai, juga ada ancaman lainnya, seperti gempa darat di sesar Sumatera yang melewati Bukittinggi, Solok dan daerah lainnya. Begitu juga dengan ancaman backthrust. Namun saat ini ia mengharap pemerintah terus fokus menghadapi megathrust Mentawai, karena memiliki ancaman yang lebih besar. "Kita tidak bisa menutup mata bawah salah satu kelemahan adalah peringatan dini dan kesiapsiagaan mitigasi," ujarnya.

 

Menurut hasil penelitian yang dilakukannya rentang waktu gelombang tsunami mencapai daratan Mentawai berkisar 10-15 menit pasca gempa besar yang bersumber dari titik megathrust Mentawai, sementara gelombang akan mencapai Padang sekira 30 menit. Maka dengan rentang waktu yang minim dan kondisi lingkungan Sumatera Barat saat ini, menurut para pembicara, pemahaman masyarakat untuk menyelamatkan diri menjadi faktor utama dalam kesiapsiagaan menghadapi ancaman ini.

 

Di depan peserta rakor Kepala BNPB, Letjen TNI Doni Monardo mengimbau kepada seluruh masyarakat yang tinggal di zona rawan gempa dan tsunami untuk segera mencari tempat yang aman, tiga menit pertama setelah terjadinya gempa dengan intensitas tinggi. Hal ini, agar dapat meminimalisir dampak korban jiwa yang timbul.

 

Jika 30 detik gempa dengan intensitas tinggi, maka tiga menit pertama, segeralah mencari tempat aman. Jangan tunggu alarm atau sirine berbunyi. Lari ke tempat tinggi. Dari sekaranglah, kita siapkan segala sesuatunya. Kalau ada pohon besar juga jangan ditebang, karena sewaktu-waktu bisa digunakan,” kata Doni di depan peserta Rakor ini.

 

Menurut Doni, apa yang dihadapi saat ini (gempa dan tsunami), bukan lah perkara tiba-tiba terjadi. "Semua merupakan tanda-tanda alam. Megathrust Mentawai, diketahui sudah mulai melepaskan energinya. Maka dari itu, seluruh komponen haruslah saling melengkapi, saling bantu membantu. Dan, tentunya, tidak perlu khawatir secara berlebihan. Waspada iya," ujarnya.

 

“Belajarlah dari alam. Bencana alam itu dari alam, jika kita siap, peristiwa alam tidak akan menjadi bencana alam. Kita juga harus memperhatikan beberapa hal yang bisa membantu atau mengurangi risiko bencana, seperti infrastruktur, bandara, dan bangunan tepi pantai yang bisa digunakan untuk shelter,” ujar Doni.

 

Selain itu, Doni juga menegaskan, seluruh kabupaten dan kota yang ada di Indonesia, harus memperhitungkan benar IMB, sesuai daerah masing-masing. Kota Padang contohnya, berdasarkan data yang ada, Padang merupakan daerah dataran rendah. Ketinggian rata-rata permukaan daratan Kota Padang ini, kurang dari 10 meter. Sehingga. Kalau ada gelombang lebih dari 10 meter, maka bisa menghantam area dengan radius 2,5 kilometer dari bibir pantai,

 

“Nah, ini harus diperhatikan. Harus ada pemasangan tanda-tanda zona bahaya. Sehingga, masyarakat pun lebih siap. Rute evakuasi, harus diketahui. Mau siang mau malam juga harus kelihatan, apalagi kalau sampai lampu mati pas kejadian. Lakukan simulasi malam hari,” kata Doni.

 

Khusus untuk kabupaten Kepulauan Mentawai, Doni menegaskan, BNPB akan memberikan bantuan radio komunikasi berupa telepon satelit kepada camat-camat yang ada. Sehingga, komunikasi dapat dioptimalkan.

 

“Pemberian telepon satelit, di setiap kecamatan yang rawan untuk mem-backup sistem komunikasi. Telkom akan dibantu oleh TNI untuk memperkuat jaringan komunikasi, penggunaan komob (mobil komunikasi) dengan pengawasan yang ketat dan ada komitmen untuk pemeliharaan, genset, backup untuk listrik, PLN dan PDAM, atau solar cell untuk komunikasi yang selalu siap, dan fasilitator untuk pelatihan,” ujarnya.

 

Seusai rakor di Kota Padang ini rombongan BNPB, BMKG, para ahli bencana dan pemangku kepentingan di Sumatera Barat, dengan helikopter, segera bertolak ke Desa Sipora Jaya, Sipora Utara, Mentawai, Sumbar untuk berkoordinasi dengan para pemimpin di Kabupaten Mentawai, meninjau titik lokasi rawan bencana, dan melihat kesiapsiagaan masyarakat Mentawai dalam menghadapi bencana. Selain memantau wilayah Kepulauan Mentawai rombongan juga melihat langsung dampak gempa yang terjadi beberapa hari lalu di daerah itu

 

Seratusan gunung aktif dan saling silang patahan bumi, membuat Indonesia berdiri di atas cincin api. Alam terus berkomunikasi dan tidak pernah diam. Fenomenanya di masa lalu merupakan bahan pembelajaran. Sudah sangat banyak pelajaran yang kita terima. Memikirkan mitigasi merupakan cara kita menghindari bencana. Doni mengatakan, mitigasi bencana paling baik adalah berdamai dengan alam. Pepatah bilang alam terkembang menjadi guru, kita wajib jadi murid agar tak jadi debu. Proses belajar dengan alam ini untuk memperhitungkan generasi masa depan umumnya di Indonesia.

 

Humas BNPB

Penulis

Admin


BAGIKAN