Mulailah mengetik pada pencarian di atas dan tekan tombol kaca pembesar untuk mencari.

Deklarasi Bersama Tingkat Menteri dalam Pokja PRB G20

Dilihat 487 kali
Deklarasi Bersama Tingkat Menteri dalam Pokja PRB G20

Foto : Pemerintah Indonesia dalam hal ini diwakili oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) turut berkomitmen pada deklarasi Bersama Tingkat Menteri dalam Kelompok Kerja (Pokja) PRB G20 yang di gelar di Brasil, pada tanggal 30 Oktober hingga 1 November 2024. (BNPB)

JAKARTA - Para menteri dan delegasi G20 menyepakati deklarasi bersama pada pertemuan tingkat menteri yang berlangsung pada 30 Oktober hingga 1 November 2024. Komitmen tersebut menyerukan percepatan implementasi Kerangka Sendai (SFDRR), sebagai panduan global untuk mengurangi kerugian akibat bencana hingga 2030 nanti. 

Pemerintah Indonesia dalam hal ini diwakili oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) turut berkomitmen pada deklarasi yang telah disepakati bersama. Deklarasi tersebut disahkan pada akhir pertemuan para menteri pertama pada Kelompok kerja (Pokja) Pengurangan Risiko Bencana G20. Kegiatan tersebut digelar di Brasil, yang sekaligus sebagai keketuaan G20 pada tahun 2024. 

Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Dr. Raditya Jati mengatakan, deklarasi ini juga meminta pokja dan mitra untuk mengembangkan prinsip-prinsip sukarela guna mendukung Prioritas 3 dari SFDRR. Prioritas tersebut menyasar pada investasi untuk pengurangan risiko bencana demi ketahanan. Prinsip-prinsip ini diharapkan dapat dibahas lebih lanjut oleh G20 pada 2025. 

"Dengan adanya deklarasi ini, mari kita bersama-sama bergerak maju menuju resiliensi berkelanjutan yang melindungi kehidupan dan penghidupan untuk generasi mendatang,” ujar Raditya pada Jumat lalu (1/11).

Di sisi lain, Kamal Kishore, Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana, menyambut baik deklarasi ini. 

“Di Afrika, Asia, atau Amerika, biaya bencana yang terus meningkat mengancam kesejahteraan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan. Deklarasi ini menunjukkan kepemimpinan negara-negara ekonomi terbesar dunia dalam menghadapi peningkatan risiko bencana yang sebagian besar dipicu oleh krisis iklim," ujarnya.

Kishore menambahkan, semua investasi dan pembangunan, baik dari sumber publik maupun swasta, harus didasarkan pada pemahaman risiko bencana dan komitmen untuk menguranginya. 

"Hanya dengan cara itu kita bisa menghentikan penciptaan risiko dan pada akhirnya mencegah bencana," tegasnya.

Ketimpangan dan Kerentanan

Brasil, sebagai ketua Kelompok Kerja Pengurangan Risiko Bencana G20, mengarahkan diskusi untuk memperkuat lima area prioritas yang telah disepakati sebelumnya, sekaligus menambahkan perhatian khusus pada isu ketimpangan dan kerentanan. Deklarasi ini menekankan pentingnya pendekatan inklusif dalam manajemen risiko bencana agar ketahanan dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. 

Beberapa usulan Indonesia berhasil diadopsi dalam deklarasi, mencerminkan komitmen terhadap pengurangan risiko bencana yang inklusif dan berkelanjutan. Usulan tersebut antara lain: konsep sustainable resilience dimasukkan untuk konsistensi dengan dokumen Pokja Pengurangan Risiko Bencana G20 pada Keketuaan India 2023, konsistensi penggunaan istilah ’people in vulnerable situations’ diseragamkan sesuai terminologi SFDRR, memastikan ’local communities’ tetap dicantumkan di dalam deklarasi.

Dalam rangkaian pertemuan Pokja, beberapa acara sampingan juga digelar, termasuk diskusi tingkat tinggi tentang implementasi Call to Action on Extreme Heat dari Sekretaris Jenderal PBB. Berbagai produk pengetahuan juga diluncurkan oleh UNESCO, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), Coalition for Disaster Resilient Infrastructure (CDRI), dan Risk-informed Early Action Partnership (REAP).

Kontribusi Lokal dan Global

Menteri Integrasi dan Pembangunan Regional Brasil, Waldez Goés, yang memimpin Kelompok Kerja tahun ini, memuji kesepakatan yang dicapai. "Ini pertama kalinya dalam sejarah G20 terdapat konsensus negara-negara untuk menjadikan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas internasional," ujarnya.

Poin lain yang menarik perhatian adalah pengakuan terhadap peran komunitas lokal, termasuk perempuan, anak muda, lansia, penyandang disabilitas, dan masyarakat adat, dalam pengurangan risiko bencana. 

Sementara itu, pada 31 Oktober 2024, Pokja meluncurkan enam buku panduan untuk manajemen risiko dalam situasi ekstrem. Panduan ini dikembangkan melalui kolaborasi dengan berbagai organisasi internasional dan mencakup tema-tema berikut:

1. Keterlibatan masyarakat rentan

2. Infrastruktur tahan bencana: Indonesia memberikan usulan studi kasus

3. Solusi berbasis alam: Indonesia memberikan usulan studi kasus

4. Pemulihan yang inklusif dan tangguh: Indonesia memberikan usulan studi kasus

5. Sistem peringatan dini

6. Perlindungan bagi kelompok rentan seperti anak-anak, perempuan, dan penyandang disabilitas

Panduan-panduan ini dirancang untuk menjadi referensi bagi negara-negara dalam memperkuat kapasitas pengurangan risiko bencana mereka. Melalui deklarasi ini, G20 menunjukkan komitmen nyata untuk menjadikan pengurangan risiko bencana sebagai bagian integral dari pembangunan global. Deklarasi ini akan diajukan kepada para kepala negara dalam KTT G20 mendatang di Rio de Janeiro.



Abdul Muhari, Ph.D. 

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB

Penulis

Admin


BAGIKAN